Sunday, April 1, 2012

MBT dan Upaya Mewujudkan Kavaleri Modern TNI AD

MBT Perancis Leclerc (www.military-today.com)


Tank sebagai salah satu komponen alutsista matra darat telah menjadi komponen dominan dalam peperangan darat di abad ke 20 dan 21, walau seringkali secara kuantitas jumlahnya tidak sebanyak alutsista darat lainnya, tank menjadi istimewa dikarenakan kehadirannya di medan tempur senantiasa menjadi penentu dari hasil akhir dari pertempuran darat itu sendiri.

Adalah adanya keseimbangan tiga karakteristik yang melekat pada tank itu sendiri, yang menjadikan tank memiliki peran yang begitu signifikan jika dibandingkan alutsista darat lainnya, yaitu: daya tembak, perlindungan dan mobilitas yang dari terciptanya keseimbangan ketiga hal tersebut, suatu tank mampu membawa ke medan tempur, daya hancur yang sifatnya instant, akurat, tersedia kapanpun dan dimanapun dibutuhkan, siang atau malam, baik ketika tank tersebut sedang bergerak maupun dalam keadaan stasioner.

Tank Tempur Utama atau yang lebih dikenal sebagai Main Battle Tank (“MBT”) sebagai perwujudan terkini dari evolusi desain tank sejak tank pertama kali terjun dalam pertempuran di Somme, 95 tahun yang lalu pun tidak terlepas dari keharusan untuk berpegang teguh pada tiga karakteristik tersebut di atas. Walaupun rata-rata MBT memiliki bobot sekitar 60 – 70 ton, akan tetapi bagaimana suatu design MBT menggabungkan ketiga karakteristik tersebutlah yang akan menentukan perbedaan efektivitas suatu MBT dengan MBT lainnya.

Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa di Indonesia ini, telah terjadi suatu miskonsepsi yang sangat mendasar terkait penggunaan MBT di medan tempur, dimana MBT diidentikkan dengan suatu alutsista yang hanya bisa digunakan di medan terbuka dengan karakter geologis yang didominasi permukaan tanah keras atau pasir dan hanya untuk digunakan dalam pertempuran langsung antar pasukan tank atau lapis baja dari kedua belah pihak yang bertikai, sebagaimana dapat kita saksikan dalam pertempuran tank pasukan tank Israel melawan negara-negara Arab tetangganya dan terakhir adalah pertempuran antara pasukan tank sekutu melawan pasukan tank Irak di Perang Teluk tahun 1991. Miskonsepsi mana pada akhirnya digunakan oleh sebagian pihak untuk memojokkan rencana TNI AD dalam mengakuisisi 100 unit MBT tipe Leopard 2 A6 second hand dari salah satu negara Eropa Barat atas dasar ketidaksesuaian MBT dengan kondisi geografis dan infrastruktur di Indonesia.

Menanggapi miskonsepsi tersebut, sebenarnya terdapat beberapa studi kasus yang dapat digunakan untuk menyanggah hal tersebut, diantaranya adalah studi kasus penggunaan MBT oleh NATO di Afghanistan dan Amerika di Irak yang menunjukkan bahwa konsep “mobilitas” yang awalnya direncanakan untuk utamanya didukung oleh kendaraan-kendaraan ringan (beroda dan tracked dengan bobot maksimum hingga 40+ ton), yang pada akhirnya akan menjadikan MBT yang sifatnya “heavy” sebagai bagian dari sejarah perkembangan alutsista, ternyata tidak dapat dijalankan dikarenakan proliferasi IED (Improvised Explosive Devices), senjata lawan tank berupa RPG (Rocket Propelled Grenade) dan peluru kendali anti tank (Anti Tank Guided Munition/ATGM), yang mana hanya MBT dengan perlindungan armournya yang terbukti mampu memberikan perlindungan maksimal bagi awaknya terhadap ancaman IED, RPG dan ATGM dan terbukti mampu bertahan dari serangan IED, RPG dan ATGM tersebut.

Studi kasus berikutnya adalah penggunaan MBT oleh Amerika sewaktu Perang Vietnam, dimana pandangan yang berpendapat bahwa MBT merupakan makhluk yang berat, lamban , tidak mobile dan haus bahan bakar adalah salah, karena dari sebagaimana terbukti dalam penggelarannya di Vietnam, MBT mampu beroperasi di medan hutan hujan tropis yang bervegetasi padat dan struktur tanahnya gembur (dengan perencanaan dan pola penggelaran yang matang), dan terakhir adalah studi kasus penggunaan MBT oleh Amerika dan NATO, juga di Iraq dan Afghanistan dimana MBT digunakan di tengah perkotaan dan di perbukitan negara-negara yang infrastruktur penunjangnya jauh di bawah apa yang ada di Indonesia, dimana di kedua mandala tersebut, MBT ternyata terbukti memiliki kemampuan off road dan mobilitas yang lebih baik daripada kendaraan beroda sekalipun.

Mengacu kepada salah satu misi dari Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI AD (“Pussenkav AD”), dimana disebutkan bahwa misi dari Pussenkav AD adalah meningkatkan daya tembak, daya gerak dan daya kejut Satuan Kavaleri TNI AD, sebagai perwujudan dari pendayagunaan Ranpur Satuan Kavaleri yang memiliki mobilitas yang tinggi, lindung lapis baja, sistem komunikasi, sistem navigasi dan sistem kendali yg canggih, maka penulis berpendapat bahwa rencana akuisisi 100 (seratus) unit Leopard 2 A6 dari salah satu negara Eropa adalah suatu wujud upaya Pussenkav AD dalam mewujudkan misi tersebut, terutama mengingat peran Pussenkav AD sebagai elemen bantuan tempur dan force multiplier.

Akuisisi tersebut tentu juga akan disertai dengan survei terhadap daerah yang akan digunakan sebagai homebase dan juga daerah2 yang akan digunakan sebagai pangkalan aju di luar homebase, semuanya dengan mempertimbangkan potensi ancaman yang akan dihadapi dan daya dukung daerah tersebut (topografi, kondisi vegetasi, kesiapan infrastruktur dan lain lain) terhadap operasional MBT yang akan dilanjutkan dengan perbaikan infrastruktur yang terdapat di area sekitar homebase dan pangkalan aju serta lantamal yang akan menjadi hub point untuk mengirim MBT dari homebase menuju pangkalan aju dan begitu juga sebaliknya, sehingga kekhawatiran beberapa pihak akan tidak efektifnya MBT di Indonesia menjadi teratasi.

Dari beberapa poin yang telah dibahas dalam tulisan ini, maka kesimpulan akhir penulis adalah merupakan suatu hal yang esensial bagi TNI AD untuk menjadikan MBT sebagai bagian dari kekuatannya, dalam memenuhi misinya sebagai penjaga kedaulatan darat NKRI dan dalam menjamin berlangsungnya evolusi Pussenkav AD sebagai kekuatan kavaleri yang siap menyongsong tantangan pertempuran darat modern di abad ke-21 ini.


Sumber : Kompasiana

0 comments:

Post a Comment