WTO perkuat putusan soal rokok kretek Indonesia
Jakarta (ANTARA News) - Badan Banding Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memperkuat putusan panel yang memenangkan Indonesia dalam kasus sengketa mengenai regulasi teknis Amerika Serikat (AS) terkait penjualan dan produksi rokok kretek Indonesia.
Menurut publikasi dalam laman resmi WTO, Kamis, Badan Banding WTO menerbitkan laporan tentang peraturan teknis AS yang mempengaruhi produksi dan penjualan rokok kretek Indonesia tanggal 4 April 2012.
Laporan itu menyebutkan bahwa regulasi AS dalam Federal Food, Drug, Cosmetic Act melarang produksi dan penjualaan rokok dengan ciri aroma seperti kretek, strawbery, anggur, jeruk, kopi, vanila dan coklat tapi tidak memasukkan rokok menthol, produksi negara itu, ke dalamnya.
Panel WTO menilai bagian ketentuan itu tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT) karena berimplikasi pada pelarangan impor rokok kretek Indonesia tapi tidak melarang produksi dan penjualan rokok menthol sebagai produk yang "serupa."
Panel juga menilai pemberian interval kurang dari enam bulan antara publikasi dan pemberlakuan regulasi teknis tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian TBT.
Dalam bandingnya, AS menglaim panel salah menilai rokok kretek dan rokok menthol sebagai produk serupa dan bahwa aturan teknis itu memberikan perlakuan yang dampaknya merugikan rokok kretek Indonesia.
AS juga mengklaim panel salah jika menilai AS tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian TBT.
Namun dalam putusannya Badan Banding WTO memperkuat temuan panel yang menyimpulkan bahwa bagian dari regulasi teknis AS tidak konsisten dengan perjanjian TBT.
Badan Banding juga menyatakan bahwa determinasi "produk serupa" seharusnya tidak diinterprestasikan berdasar tujuan pengaturan dan isi regulasi melainkan pada hubungan kompetitif produk berdasar analisis tradisional keserupaan.
Kriteria tradisional keserupaan yang dimaksud meliputi karakteristik fisik, penggunaan akhir, selera dan kebiasaan konsumen dan klasifikasi tarif.
Berdasarkan kriteria itu, Badan Banding setuju dengan putusan panel bahwa rokok kretek dan rokok menthol merupakan produk serupa sebagaimana dimaksud pasal 2.1 perjanjian TBT.
Badan WTO itu juga memperkuat putusan panel bahwa dengan hanya memberikan interval waktu selama tiga bulan antara publikasi dan pemberlakuan aturan teknis, AS telah melakukan tindakan yang tidak konsisten dengan perjanjian TBT, karena merujuk pada keputusan menteri-menteri di Doha, interval waktu yang diberikan paling tidak enam bulan.
Kasus sengketa rokok AS dan Indonesia bermula saat AS menerapkan aturan teknis dalam Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act yang melarang produksi dan penjualan rokok beraroma termasuk rokok kretek namun mengecualikan rokok menthol.
Penerapan aturan itu membuat Indonesia kehilangan potensi pendapatan sekitar 200 juta dolar AS dari ekspor rokok kretek sejak tahun 2009, saat aturan teknis itu mulai diberlakukan.
Panel WTO memenangkan Indonesia dalam sengketa itu namun AS kemudian mengajukan banding pada 5 Januari 2012. (M035)
Menurut publikasi dalam laman resmi WTO, Kamis, Badan Banding WTO menerbitkan laporan tentang peraturan teknis AS yang mempengaruhi produksi dan penjualan rokok kretek Indonesia tanggal 4 April 2012.
Laporan itu menyebutkan bahwa regulasi AS dalam Federal Food, Drug, Cosmetic Act melarang produksi dan penjualaan rokok dengan ciri aroma seperti kretek, strawbery, anggur, jeruk, kopi, vanila dan coklat tapi tidak memasukkan rokok menthol, produksi negara itu, ke dalamnya.
Panel WTO menilai bagian ketentuan itu tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT) karena berimplikasi pada pelarangan impor rokok kretek Indonesia tapi tidak melarang produksi dan penjualan rokok menthol sebagai produk yang "serupa."
Panel juga menilai pemberian interval kurang dari enam bulan antara publikasi dan pemberlakuan regulasi teknis tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian TBT.
Dalam bandingnya, AS menglaim panel salah menilai rokok kretek dan rokok menthol sebagai produk serupa dan bahwa aturan teknis itu memberikan perlakuan yang dampaknya merugikan rokok kretek Indonesia.
AS juga mengklaim panel salah jika menilai AS tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian TBT.
Namun dalam putusannya Badan Banding WTO memperkuat temuan panel yang menyimpulkan bahwa bagian dari regulasi teknis AS tidak konsisten dengan perjanjian TBT.
Badan Banding juga menyatakan bahwa determinasi "produk serupa" seharusnya tidak diinterprestasikan berdasar tujuan pengaturan dan isi regulasi melainkan pada hubungan kompetitif produk berdasar analisis tradisional keserupaan.
Kriteria tradisional keserupaan yang dimaksud meliputi karakteristik fisik, penggunaan akhir, selera dan kebiasaan konsumen dan klasifikasi tarif.
Berdasarkan kriteria itu, Badan Banding setuju dengan putusan panel bahwa rokok kretek dan rokok menthol merupakan produk serupa sebagaimana dimaksud pasal 2.1 perjanjian TBT.
Badan WTO itu juga memperkuat putusan panel bahwa dengan hanya memberikan interval waktu selama tiga bulan antara publikasi dan pemberlakuan aturan teknis, AS telah melakukan tindakan yang tidak konsisten dengan perjanjian TBT, karena merujuk pada keputusan menteri-menteri di Doha, interval waktu yang diberikan paling tidak enam bulan.
Kasus sengketa rokok AS dan Indonesia bermula saat AS menerapkan aturan teknis dalam Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act yang melarang produksi dan penjualan rokok beraroma termasuk rokok kretek namun mengecualikan rokok menthol.
Penerapan aturan itu membuat Indonesia kehilangan potensi pendapatan sekitar 200 juta dolar AS dari ekspor rokok kretek sejak tahun 2009, saat aturan teknis itu mulai diberlakukan.
Panel WTO memenangkan Indonesia dalam sengketa itu namun AS kemudian mengajukan banding pada 5 Januari 2012. (M035)
Editor: B Kunto Wibisono
Sumber : Antara
0 comments:
Post a Comment