Wednesday, May 16, 2012

Perisai Rudal Eropa
Adu Taktik di Laut Baltik

Ancaman terbuka terhadap Amerika Serikat mengawali periode kepresidenan Vladimir Putin. Berbagai upaya pendekatan dilakukan tetapi selalu kandas di tengah jalan.

Presiden Rusia Vladimir Putin pada perayaan Hari Kemenangan di Moskow,

Sekitar 140 ribu tentara Rusia dari angkatan darat, laut dan udara berbaris rapi di Lapangan Merah, Moskow, Rabu pekan lalu. Dengan diiringi lagu kebangsaan mereka bergerak rapi mengikuti parade yang dipimpin langsung oleh Presiden Vladimir Putin. Berbeda dengan sebelumnya, parade tahun ini bukan hanya sekedar unjuk kekuatan personil, tapi juga senjata andalan Rusia, rudal jelajah Iskander-M. Rudal inilah yang digunakan Moskow untuk menggertak Amerika Serikat belum lama ini.

Seperti dikatakan Kepala Staf Militer Rusia, Nikolay Makarov, sepekan sebelum parade, rudal Iskander- M akan digunakan untuk mencegah serangan rudal Amerika Serikat dan NATO dari pangkalan militer mereka di Polandia. “Keputusan untuk menggunakan serangan pencegahan akan diambil bila situasi memburuk,” kata Makarov di depan peserta Konferensi Internasional Pertahanan Rudal di Moskow yang dihadiri politisi dan pakar militer 50 negara, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara anggota NATO. Untuk tujuan ini, Rusia menempatkan Iskander-M di Kaliningrad, sebuah wilayah Rusia di tepi Laut Baltik.

Gertakan terbuka itu sekaligus mengawali periode kepresidenan Vladimir Putin. Persis empat hari setelah keluarnya pernyataan Makarov, Putin resmi dilantik sebagai Presiden Rusia. Ibarat gayung bersambut, dua hari setelah dilantik Putin menyampaikan pidato yang menegaskan kebijakan negaranya untuk terus memperkuat keamanan di dunia. “Rusia konsisten mengikuti kebijakan untuk memperkuat keamanan di dunia. Kami memiliki hak moral yang besar untuk bersikap,” tegas Putin di depan ribuan tentaranya.

Rudal jelajah Iskander-M.

Ketegasan Putin disambut positif oleh Ketua Partai Liberal Demokrat Rusia (LDPR), Vladimir Zhirinovsky. “Presiden Putin memaparkan cukup jelas siapa yang menyusun rencana agresif di dunia saat ini,” ujar Zhirinovsky yang berada pada urutan keempat dalam pemilihan presiden Maret lalu. “Tak diragukan lagi, pihak itu adalah Amerika Serikat dan NATO.”

Sikap Putin terhadap Amerika Serikat makin kentara ketika ia memilih absen dalam Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok Delapan (G8), yang rencananya akan digelar di Camp David, Washington, Mei mendatang. Memang Putin mengatakan absen karena harus menata kabinet. Tapi tidak tertutup kemungkinan hal itu sengaja dilakukan karena Moskow tengah menjaga sikap dengan Washington.

Apalagi sebelumnya Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Serdyukov dalam Konferensi Pertahanan Rudal menegaskan, pembicaraan antara Amerika Serikat dan Rusia terkait sistem pertahanan rudal di Eropa menemui jalan buntu. Sementara Alexander Wershbow, utusan NATO yang hadir dalam konferensi itu, berusaha mencairkan masalah dan menolak alasan Rusia yang selalu menuding penempatan sistem rudal di Eropa Timur sebagai ancaman.

Hampir satu dekade, hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat memanas terkait penempatan sistem pertahanan antirudal balistik di Polandia. Isu ini sendiri muncul pada masa pemerintahan George W. Bush dan terus bergulir hingga sekarang. Bak bola salju, masalah itu terus menggelinding dan membesar. Pada 2002, Negeri Abang Sam mulai melirik Polandia sebagai basis pertahanannya dengan alasan melindungi Eropa dan Amerika Serikat dari rudal yang ditembakkan dari Timur Tengah. Namun alasan itu selalu ditolak Rusia, dan malah dinilai sebagai ancaman bagi Negeri Beruang Merah.

Menurut Wakil Kepala Staf Umum Rusia Jenderal Valery Gerasimov, posisi Polandia terlalu menjorok ke utara sehingga tidak dapat menghadang kemungkinan serangan rudal dari Timur Tengah, khususnya Iran. Apalagi ujarnya, Iran tidak memiliki teknologi ICBM -rudal yang dikembangkan Rusia dengan kemampuan jelajah yang tinggihingga mencapai ke New York.

Bisa jadi karena pertimbangan itu, Presiden Barack Obama September 2009 lalu membatalkan rencana penempatan perisai rudal di Polandia dan Republik Ceko. Namun kebijakan Obama itu ternyata hanya bertahan sesaat. Satu tahun kemudian, Amerika Serikat malah menandatangani perjanjian dengan Polandia untuk menggunakan landasan tua di Redzikowo, dekat Laut Baltik, sebagai basis pertahanan rudal.

Sejak itu, Rusia menganggap Amerika Serikat tengah bermain api di wilayahnya. Moskow langsung menempatkan rudalnya di Kaliningrad. Bagi Moskow, penempatan perisai rudal sangat mengganggu keamanan Rusia, bahkan bisa menarget pegunungan Ural yang memanjang di utara, selatan dan barat Negara Vodka itu.

Pada dasarnya, Rusia tidak menentang proyek perisai rudal anti-balistik yang dipimpin Amerika Serikat. Tetapi Kremlin tetap menghendaki tangannya harus mengendalikan kontrol sistem rudal tersebut. Bahkan Rusia menawarkan stasiun radarnya di Sofrino dekat Moskow kepada Amerika Serikat dan NATO. Hal itu disampaikan langsung Deputi Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov setelah mengajak peserta Konferensi Internasional Pertahanan Rudal ke stasiun rudal itu. “Stasiun ini bisa menjadi bagian dari perisai rudal asalkan Amerika Serikat dan NATO bersedia membuat kesepakatan dengan Rusia, “ kata Antonov.

Bahkan lebih dari itu, Moskow mengusulkan kerjasama dengan Radar Qabala di Azerbaijan, yang jaraknya lebih dekat dengan pebatasan utara Iran. Rusia mengatakan usulan itu lebih logis untuk menangkal kemungkinan serangan rudal dari Iran, daripada harus menggunakan pangkalan di Eropa Tengah. Menurut Antonov, perisai rudal di Polandia tidak akan dapat menjangkau kemungkinan rudal yang ditembakkan dari selatan. Namun semua usulan itu ditolak Washington.

Masih belum cukup dengan semua itu, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev, menawarkan konsep baru kerjasama dengan Amerika Serikat dan NATO. Usulan itu adalah Amerika, NATO dan Rusia menjalankan sistem pertahanan rudal bersama demi mengamankan setiap negara di benua-benua. Namun Washington lagi-lagi permenolak proposal tersebut. Karena itu sangatlah wajar bila Kremlin mencurigai itikad buruk yang terselubung di Gedung Putih.

Apalagi sejauh ini, Amerika Serikat dan NATO tidak menunjukkan sikap kooperatif terkait perisai rudal anti balistik di Eropa. Bahkan Barat cenderung mengabaikan berbagai upaya pendekatan Rusia. Dalam KTT di Lisbon 2010 lalu, Rusia dan NATO berhasil mencapai kesepakatan soal rancangan sistem rudal. Namun kesepakatan itu lagi-lagi kandas di tengah jalan karena Amerika Serikat tidak bersedia memberikan jaminan tertulis.

Reuters | PressTV | TWR | RIA Novosti | Alireza Alatas
Sumber : Prioritas

0 comments:

Post a Comment