Pangkalan Udara Supadio Pontianak Kalimantan Barat terus berbenah, untuk menyambut datangnya skuadron pesawat pengintai tanpa awak, atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) buatan Israel. Empat hanggar UAV telah selesai dibangun. landasan pacu juga dilebarkan, agar dapat dilalui oleh UAV berukuran besar.
TNI AU belum mengumumkan secara resmi jenis UAV yang akan didatangkan. Apakah UAV Searcher MK II yang dipesan tahun 2006 lalu ?. Tampaknya tidak.
Eitan atau Heron
Kepala Staf TNI-AU, Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan UAV yang datang, adalah yang terbaik di kelas harganya. UAV ini juga memiliki fungsi: pengintai, peringatan dini, serang udara-darat, pengebom dan bisa dioperasikan pada siang maupun malam hari. Jika ia memiliki kemmapuan menyerang atau membom, berarti yang didatangkan adalah jenis UCAV atau Drone.
TNI AU mengaku berupaya mendatangkan UAV/ Drone Eitan yang kini menjadi pesawat pengintai andalan Israel Defence Force (IDF). Sementara menurut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, UAV yang didatangkan adalah jenis Heron.
“Banyak negara telah memakai UAV ini, mulai dari AS sampai negara Afrika. Kita juga membeli buatan Israel, sistem pengendali UAV Heron”, ujar Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro dalam Seminar Air Power Club of Indonesia (10/4/2012).
Dengan demikian tampaknya TNI AU akan dilengkapi oleh UAV Eitan atau setidaknya Heron.
UAV Eitan adalah pengembangan dari Heron TP. Keduanya memiliki lebar sayap sekitar 26 meter serta panjang 14 meter. Bobot UAV Heron 5 ton, sementara Eitan lebih ringan 4,5 ton. Heron mampu terbang selama 20 jam siang dan malam. Sementara Eitan terbang lebih dari 24 jam. Keduaa Drone ini mampu mengangkut bom seberat 1 ton. Kelebihan Eitan, ia dilengkapi radar lebih canggih serta alat anti jamming. Mungkin kita masih ingat bagaimana Drone Amerika Serikat bisa dibajak/ diturunkan oleh Iran karena memiliki anti jamming yang buruk.
“UAV kita memiliki fungsi strategis untuk memperkuat memantau perbatasan Indonesia dengan negara tetangga”, ujar KSAU. Salah satu yang menjadi perhatian dari UAV ini, adalah perairan Ambalat.
Proses pembelian UAV ke Israel telah berlangsung lama. Pertengahan tahun 2006, perwira menengah TNI berkunjung ke Israel Aircraft Industry (IAI) di Haifa, untuk melihat kemampuan UAV beroperasi siang maupun malam. Usai peninjauan itu, Dephan mengeluarkan surat keputusan pembelian Nomor SKEP/723/M/IX/2006.
Banyak negara maju yang telah menggunakan UAV Israel, antara lain: AS, Perancis, India dan Rusia.Turki membeli UAV Heron Israel dengan memasang piranti sistem pemindai dan pencitraan termal produksi dalam negeri, ASELFLIR-300T. UAV model Heron bisa dimodifikasi untuk memuat dua rudal udara ke darat seperti Hellfire AS atau Rafael Israel, sebagaimana drone Predator atau Reaper AS.
Indonesia hendak mengikuti jejak Turki yang membeli UAV Heron. “Kita akan mempelajari dan mengembangkan pesawat intai tanpa awak asal Israel. Ahli-ahli kita bisa membuatnya yang lebih hebat lagi”, ujar KSAU.
Singapura telah memakai UAV Searcher II sejak tahun 2004 dan sekarang menggantinya dengan Heron. Rusia juga menggunakan UAV Israel setelah terpukul dalam perang di Kaukasus melawan Georgia.
Dalam pertempuran 5 hari tersebut, Georgia menggunakan UAV Israel sehingga mampu memberikan perlawanan sengit di Ibukota Ossetia Selatan. Armada lapis baja Rusia yang tidak dilengkapi UAV, mengalami kerugian hebat, saat disergap oleh pasukan Georgia. 25 tank dan kendaraan lapis baja Divisi Ke-58 Rusia hancur dan hanya 5 yang berhasil menyelamatkan diri. Jenderal Rusia Anatoly Khrulyov mengalami cidera dalam penyergapan tersebut.
Bagiamana UAV Indonesia ?
Putra mantan presiden Indonesia, BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie mengaku siap untuk mengembangkan UAV Indonesia.
“Saya kira di masa depan Indonesia harus memiliki pesawat UAV buatan sendiri,” ujar Ilham.
Ilham menilai UAV sebagai pesawat yang memiliki prospek bagus di masa mendatang. Selain berbiaya murah dan memiliki risiko rendah, UAV juga fleksibel dalam pemakaian.
Insinyur lulusan Technical University of Munich itu mengakui, teknologi Israel lebih unggul dibanding Indonesia. Namun, jika pemerintah bisa membiayai, Indonesia bisa selevel dengan Israel dalam waktu singkat. “Tidak ada salahnya jika kita memiliki program nasional untuk mengembangkan teknologi yang memiliki masa depan cerah seperti UAV”, lanjut Ilham di Kantor Wapres Jakarta.
Saat ini sejumlah institusi berusaha mengembangkan prototipe UAV dengan beberapa variasi teknologi madya yang masih sederhana. BPPT memiliki roadmap pengeambangan pesawat nirawak pelatuk, gagak, dan wulung. PT. DI mengembangkan prototipe UAV-530. PT. Aviator Indonesia bersama Irkut corp. mengemabangkan SmartEagle II dan UAV-IRKUT 10. Lapan dan UAVindo mengembangkan CR-10. Namun semua rekayasa UAV lokal sangat terbatas daya jelajah dan pengindraannya.(Jkgr)
Sumber : Jakarta Greater
0 comments:
Post a Comment