Manufacturing Hope 24
Mbah Surip lokal untuk Garuda
Akan ada hiruk pikuk lagi di BUMN beberapa hari mendatang. Di samping soal interpelasi, akan ada heboh soal penjualan saham Garuda dan susunan direksi baru perusahaan penerbangan itu. Akan ada juga heboh-heboh soal gula dan tebu. Lalu segera menyusul kehebohan soal direksi Telkom. Tentu itu belum semuanya. Kehebohan-kehebohan lain bisa saja akan terus menyusul.
Mengapa soal saham Garuda akan heboh? Ini boleh dikata merupakan heboh turunan. Sejak penjualan perdana saham Garuda ke publik setahun yang lalu memang sudah heboh: Rp750 per lembar saham dianggap terlalu mahal.
Akibatnya, tiga perusahaan grup BUMN yang harus membeli 10 persen saham
Garuda waktu itu langsung kelimpungan. Ini karena sesaat setelah IPO harga
saham Garuda nyungsep menjadi hanya Rp570 per lembar. Bahkan pernah tinggal
Rp395 per lembar!
Tiga perusahaan sekuritas milik BUMN itu (Danaeksa, Bahana, Mandiri Sekuritas)
tiba-tiba harus menanggung kerugian ratusan miliar rupiah. Lebih parah lagi uang
yg dipakai membeli saham itu adalah uang pinjaman. Sudah rugi harus membayar
bunga pula. Tentu tiga perusahaan BUMN itu tidak akan kuat lama-lama
memegang saham panas tersebut. Kalau terlalu lama digenggam saham panas itu
akan membakar tubuh mereka: kolaps.
Itulah sebabnya ketika saya menjabat Menteri BUMN saya langsung mengizinkan
keinginan tiga perusahaan tersebut untuk segera melepas saham Garuda. Dalam
bisnis selalu ada prinsip ini: rugi Rp200 miliar masih lebih baik daripada rugi Rp400
miliar. Rugi Rp400 miliar lebih baik daripada rugi Rp600 miliar.
Yang terbaik tentu jangan sampai rugi. Tapi hanya orang yang tidur seumur
hidupnya yang tidak pernah rugi. Kalau saham panas itu harus segera dijual, kepada
siapakah dilepas? Saya setuju dengan ulasan Kompas (Jumat lalu): dijual kepada
partner strategis. Yakni perusahaan penerbangan internasional yang reputasinya
baik, yang seperti lagunya Mbah Surip, akan bisa menggendong Garuda ke mana-
mana .
Tiga perusahaan sekuritas tersebut tentu sudah melakukan itu. Bahkan mereka
sudah menawarkan ke berbagai investor internasional. Hasilnya nihil. Ada memang
yang menawar tapi maunya macam-macam: harganya harus murah, tidak mau
hanya 10 persen, dan banyak permintaan lain lagi.
Kalau itu dipenuhi pasti menimbulkan kebisingan yang luar biasa: mengapa dijual
begitu murah? Mengapa jatuh ke tangan asing?
Waktu untuk menunggu datangnya partner strategis juga terbatas. Kian lama
menunggu kian termehek-meheklah nafas tiga perusahaan sekuritas BUMN
tersebut: megap-megap. Itulah sebabnya saya berinisiatif menghubungi lima
perusahaan besar nasional. Saya kirimkan SMS kepada mereka berlima dengan
bunyi yang sama (hanya saya ganti nama pengusahanya): “Mohon pertolongan, berminatkah grup perusahaan Anda membeli saham Garuda yang dikuasai tiga sekuritas BUMN dengan harga pasar saat ini? Kasihan tiga sekuritas tersebut. Kalau tidak ada pengusaha dalam negeri yang ambil tentu akan dibeli asing. Saya tahu ini kemahalan dan kurang menarik. Tapi siapa tahu bisa bantu. Mohon gambaran berminat atau tidaknya. Salam”. SMS ini saya kirim ke Nirwan Bakrie, Chairul Tanjung, Sandiaaga Uno, Rahmat Gobel, Anthony Salim.
Begitulah bunyi SMS saya kepada lima pengusaha itu. Saya tahu tidak mudah bagi
mereka untuk bisa membantu tiga perusahaan sekuritas BUMN tersebut. Dalam
dunia bisnis pernah ada pameo begini: “Untuk jadi jutawan itu mudah. Jadilah
milyader dulu, lalu belilah perusahaan penerbangan,Anda akan segera jadi
jutawan!”
Saya juga merasa, pasti akan ada permintaan macam-macam dari para calon
investor itu. Sebuah permintaan yang dalam dunia bisnis memang sudah menjadi
standar praktik sehari-hari: diskon! Apalagi mereka tahu tiga perusahaan sekuritas
tersebut dalam posisi lemah: help! help! help!
Dari lima penawaran saya itu tiga pengusaha menyatakan berminat membantu.
Lalu kepada mereka saya sampaikan: silakan hubungi langsung ke korporasi
masing-masing. Tugas saya sebatas mencarikan calon pembeli. Setelah ada
peminatnya saya serahkan sepenuhnya agar mereka melakukan transaksi sendiri:
bagaimana caranya, seperti apa prosedurnya, berapa harganya, dan bagaimana
cara memutuskannya. Silakan lakukan sesuai dengan prinsip yang dibolehkan.
Tentu saya berharap keajaiban. Saya tahu tokoh membawa berita adalah salah
satu doktrin jurnalistik. Karena tiga tokoh telah menyatakan minat membeli 10
persen saham Garuda yang ada di tiga sekuritas itu maka berita di sekitar saham
Garuda menjadi hangat. Tiba-tiba saja harga saham Garuda di lantai bursa seperti
digoreng: melonjak menjadi Rp650-an dan terus terbang sampai Rp720 per
lembar.
Tiba-tiba saja nilai perusahaan Garuda bertambah triliunan rupiah. Garuda sangat
diuntungkan! Namun tokoh-tokoh yang sudah terlanjur berminat tadi menjadi
empot-empotan. Tiba-tiba mereka harus membeli saham Garuda jauh lebih mahal
dari yang mereka bayangkan. Mereka tentu mengira akan membeli saham Garuda
dengan harga Rp570 per lembar seperti yang saya tawarkan.
Tapi dengan kenaikan harga saham Garuda di bursa yang begitu tinggi, masih
maukah mereka membeli? Atau, sebaliknya, masih maukah tiga sekuritas tersebut
menjual? Bisa saja para pengusaha yang semula berminat tiba-tiba mengurungkan
keinginannya. Sebaliknya bisa saja justru tiga sekuritas kita yang tidak mau melepas,
misalnya, menunggu siapa tahu harga saham tersebut masih terus menanjak.
Di sinilah kontroversi akan terjadi. Kehebohan akan muncul. Masing-masing pihak
melontarkan pandangannya sendiri-sendiri. Kalau dilepas sekarang dan kemudian
harga saham ternyata masih naik, para pengamat akan mengecam habis-habisan:
kok dijual murah! Tapi kalau tidak dilepas sekarang dan ternyata harga saham turun
lagi (batalnya transaksi ini bisa saja memukul balik harga saham) para pengamat
juga akan menggebuki tiga sekuritas tersebut.
Saya memilih untuk tidak mencampuri pilihan mana yang terbaik. Direksi tiga
perusahaan tersebut adalah orang-orang yang sudah malang-melintang di bidang
itu. Mereka adalah orang-orang yang hebat. Yang penting: putuskan! Risiko
dikecam adalah bagian dari kehidupan yang sangat indah! Ambillah putusan terbaik
dengan fokus tujuan demi kejayaan perusahaan!
Kalau Anda menunda keputusan hanya karena takut heboh, perusahaanlah yang
sulit. Kalau perusahaan menjadi sulit banyak yang akan menderita. Orang-orang
yang dulu mengecam itu (atau memuji itu) tidak akan ikut bersedih! Jadikan
kecaman-kecaman itu bahan mengingatkan diri sendiri agar jangan ada main-main
di sini. Takutlah pada permainan pat-gulipat!
Lalu bagaimana dengan heboh pembentukan direksi baru Garuda? Ini pun rupanya
juga heboh turunan. Bahkan pergantian direksi Garuda beberapa tahun lalu
bisingnya melebihi mesin 737-200.
Setiap pergantian direksi memang akan selalu muncul pertanyaan: mengapa si A
dipilih dan mengapa si B tidak. Padahal keduanya sama-sama hebat. Tentu yang
terbaik adalah semua calon yang terbaik itu duduk di dalam satu tim direksi. Itu
akan menjadi tim yang kuat.
Namun ada kalanya tidak semua orang hebat bisa duduk bersama-sama dalam
satu tim yang hebat. Kalau dipaksakan pun hasilnya bisa tidak baik. Orang Surabaya sering bergurau begini: soto yang paling enak dicampur dengan rawon yang paling enak rasanya justru jadi kacau!
Para stars yang dipaksakan bergabung dalam satu tim belum tentu bisa
memenangkan tujuan. Bahkan bisa saja justru terjadi perang bintang di dalam tim
itu. Setidaknya bisa terjadi perang dingin di bawah selimut. Energi terlalu banyak
terbuang untuk perang bintang (yang kelihatan maupun yang tersembunyi). Bahkan
lantaran yang bersitegang itu adalah atasan, bawahan mereka bisa-bisa ikut terbelah.
Dalam hal seperti itu saya mengutamakan terbentuknya sebuah tim yang kompak,
serasi, saling melengkapi, dan solid. Toyotomi Hideyoshi bisa menjadi panglima
yang menyatukan Jepang di abad ke-16 dengan modal utamanya: kekompakan.
Bahkan dia sendiri mengakui bukan seorang yang ahli memainkan pedang. Karena itu Hideyoshi mendapat gelar Samurai Tanpa Pedang.
Tim direksi Garuda yang baru ini dibentuk dengan semangat itu. Juga dengan semangat menampilkan yang lebih muda. Presiden SBY sangat mendukung konsep pembentukan dream team di setiap BUMN.
Munculnya tim yang kuat di Garuda ini, dan terjadinya transaksi 10 persen saham Garuda di tiga sekuritas BUMN, mendapat sambutan yang luar biasa dari pasar modal. Saham Garuda hari itu bukan lagi naik, tapi meloncat. Bayangkan, berapa triliun rupiah pertambahan aset Garuda hari Jumat minggu kemarin itu.
Lantas bagaimana dengan orang-orang hebat yang tidak semuanya bisa masuk tim? Saya akan terus mengamati apakah mereka memang benar-benar hebat. Orang hebat adalah orang yang tetap hebat ketika gagal jadi direksi sekali pun. Orang yang benar-benar hebat adalah mereka yang mementingkan peran melebihi jabatan.
Kalau mereka bisa membuktikan diri tetap hebat dalam suasana duka sekali pun, saya harus memperhatikan orang-orang hebat dengan kepribadian hebat seperti itu: dijadikan direktur di tempat lain! Tapi ketika orang hebat itu tiba-tiba menjadi orang yang frustrasi di saat menjalani ujian hidup, berarti ternyata dia belum benar-benar hebat. Ingat: atasan yang baik adalah atasan yang pernah menjadi bawahan yang baik!
Kini tim baru Garuda Indonesia, dengan Dirutnya yang tetap Emirsyah Sattar, harus bisa membuat Garuda terbang lebih tinggi. Garuda yang di Singapura kini sudah dipercaya menggunakan Terminal 3 yang mewah, harus tetap kerja, kerja, kerja, dengan kreatif.
Tiga perusahaan sekuritas tadi pun, yang sudah lebih setahun lamanya menderita, tidak terlalu galau lagi. Saya yakin Mbah Surip lokal juga akan bisa menggendong Garuda ke mana-mana.
*(Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN)
0 comments:
Post a Comment