Postur Pertahanan Indonesia Menghadapi Perkembangan Situasi Kawasan
Postur pertahanan (defence posture) Indonesia merupakan hasil kajian dari Departemen Pertahanan yang dituangkan dalam Strategi dan Postur Pertahanan Keamanan Negara Dalam Jangka Panjang Kedua Tahun 1994-2018 (Revisi TA 1997-1998). Postur dimaksud merupakan “wujud kemampuan dan kekuatan serta gelar Hankamneg yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan strategi dalam mencapai sasaran dan tujuan Hankamneg.”
Postur pertahanan memiliki tiga aspek utama, yakni kekuatan (force), kemampuan (capability), dan gelar (deployment). Kekuatan dapat didefinisikan sebagai elemen-elemen tempur dari keseluruhan struktur pertahanan. Kemampuan adalah kekuatan atau sumber daya yang memberi kebisaan sebuah negara untuk menjalankan tindakan militer tertentu). Sementara gelar adalah dislokasi atau tata sebar dari kekuatan. Nah ketiganya harus dibaca oleh intelijen militer sebagai order of battle atau susunan bertempur musuh. Selain itu intelijen melengkapinya dengan "niat," yaitu apa niat dari sebuah negara berkaitan dengan peningkatan posturnya.
Buku Putih Pertahanan (BPP) Indonesia menyatakan bahwa sasaran penyelenggaraan pertahanan negara adalah untuk “mencegah dan mengatasi ancaman keamanan tradisional dan nontradisional.” Kemungkinan ancaman tradisional dalam waktu dekat, baik berupa agresi dan invasi, dinilai kecil. Namun, untuk kepentingan pembangunan postur pertahanan secara komprehensif, potensi ancaman tradisional perlu dijabarkan secara operasional.
Dalam menghadapi ancaman non-tradisional, akan digunakan kekuatan TNI (khususnya melalui gelar pasukan TNI AD dan TNI AL yang didukung TNI AU), baik sebagai komponen utama maupun sebagai pendukung, tergantung jenis ancaman yang dihadapi. Pertanyaannya, dengan perkembangan kondisi geostrategi dan geopolitik kawasan disekitar Indonesia, apakah postur pertahanan dalam kurun waktu tersebut siap mengantisipasi setiap perkembangan situasi di kawasan?
Apakah TNI sebagai tulang punggung pertahanan tetap mampu melaksanakan amanah seperti yang tertulis pada pasal 4 UU No. 3/2001 tentang Pertahanan Negara?. Dimana tujuan utama pertahanan negara adalah “untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala 1bentuk ancaman.”
Perkembangan Situasi Dunia
Nah mari kita lihat perkembangan dunia terkait dengan soal pertahanan. Sejak tahun 2001, dunia seakan terbagi menjadi dua. Terdapat dua kubu yang sangat bermusuhan. Amerika Serikat dan Teroris. Inilah yang membuat perubahan peta dunia dari pandangan perang dan strategi. AS melakukan pendudukan di Irak dan Afghanistan, serta mendukung pemberontak menjatuhkan Rezim Kolonel Khadafi di Libya, dengan tujuan melenyapkan ancaman dalam negerinya dari kemungkinan serangan teroris.
Rusia, walaupun merupakan sempalan dari Uni Soviet dimasa jayanya dahulu kini sepertinya mampu menempatkan diri bak Soviet. Teknologi alat perangnya tetap berkembang, kemampuan penyerang nuklirnya tetap merupakan ancaman. Dilain sisi China sebagai negara yang terus mengembangkan kemampuan nuklir serta perang di tiga matra merupakan ancaman tersendiri bagi negara-negara lainnya di kawasan Asia Pasifik. Israel yang tetap berseteru dengan Negara-negara Arab masih merupakan ancaman ketenangan dunia, kepemilikan senjata nuklirnya dianggap cukup menggiriskan dan merupakan detterent power tersendiri.
Korea Utara kini juga menjadi perhatian khusus AS. Meninggalnya Kim Jong-il dan diangkatnya putranya, Kim Jong-un sebagai pewaris tahta rezim kediktatoran rupanya menyisakan kekhawatiran banyak negara di kawasan, termasuk AS. Korea Utara diketahui memiliki peluru kendali berkepala nuklir yang di ketahui bisa mencapai Hawaii. Beberapa ahli strategi bahkan mengatakan hanya dibutuhkan dua hingga tiga tahun mendatang, maka peluru kendali Korea Utara akan bisa mencapai daratan AS.
Dilain sisi, China sudah makin mendekati para senior di Korea Utara dalam rangka menanamkan pengaruhnya. Ketertutupan Korut demikian ketat, sehingga intelijen Korsel dan AS dinilai gagal mendapatkan informasi tentang senjata nuklir Korut dan bantuannya ke Suriah, dan bahkan CIA dikabarkan tidak mampu secara tepat memonitor meninggalnya Kim Jong-il.
Kebijakan Pertahanan AS dan Potensi Konflik
Bagaimana melihat dunia serta kemungkinan potensi konflik? Kita cukup melihat gerakan, kebijakan serta kepentingan Amerika. Sebelum Natal 2011, sesuai perjanjian dengan pemerintah Irak,AS menarik pasukannya serta peralatan tempurnya dari Irak. Perang di Irak dinyatakan selesai. Keputusan lainnya, Pemerintah Barrack Obama akan menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada 2014. Kemana arah penggelaran kekuatan perang AS masa mendatang? AS pada akhir 2011 mulai melihat Kawasan Asia Pasifik sebagai daerah penting yang harus dijaga dan dipertahankan. Menindak lanjuti kebijakannya, AS akan men-deploy sekitar 2500 marinir dengan dislokasi di Darwin (Northern Autralia).
Alasan utamanya, karena perkembangan gerakan China yang mencoba melebarkan pengaruh di kawasan Laut China Selatan dengan melakukan klaim kawasan kepulauan Spratly. Kawasan yang di duga mengandung deposit minyak dan gas demikian besar. Beberapa negara yang juga membuat pengakuan atas Spratly menjadi tidak berdaya karena penggelaran kekuatan serta kemampuan Angkatan Perang China di kawasan tersebut jauh diatas mereka. Dua negara yang terus diancam dan ditekan China, yaitu Vietnam dan Filipina. Bahkan Filipina yang akan menambang minyak hanya 50 mil dari perbatasannya dilarang.
Amerika melihat bahwa ancaman China bukan hanya merupakan masalah spratly belaka, ada yang jauh lebih berbahaya dan cenderung akan mengganggu dan mengancam AS dimasa mendatang. Penulis pernah menuliskan dalam perseteruan China-AS, dimana Laksamana RobertF Willard, Komandan Komando Pasifik AS, menjelaskan bahwa nilai jalur laut kawasan Laut China Selatan untuk perdagangan bilateral tahunan bernilai US$ 5,3 triliun, di mana US$ 1,2 triliun terkait dengan AS. Sebagai negara super power AS jelas tidak ingin merasa terganggu dan terancam.
China, mengajukan keberatan dengan penggelaran marinir AS di Darwin nampaknya merasa bahwa dia sedang terkepung secara perlahan oleh AS. Kekuatan pemukul AS sudah sejak lama ditempatkan di Korea Selatan dan Jepang. Disamping itu kini Jepang telah memutuskan membeli 42 buah F-35 Lightning-II, Joint Strike Fighter, pesawat tempur siluman, multi role aircraft. Dengan kemampuannya, F-35 akan mampu menyusup dan menghancurkan sasaran di daratan China bahkan Rusia sekalipun. AS dan Jepang melakukan standarisasi pesawat tempur canggih tersebut, untuk menghadapi Rusia dan khususnya China yang sudah memiliki pesawat tempur siluman Chengdu J-20. Jadi potensi konflik pada masa mendatang nampaknya akan berada di kawasan Asia Pasifik.
Perkembangan Postur Pertahanan Indonesia Hingga 2018
Dari perkembangan konflik di dunia, apabila dikaitkan dengan Strategi dan Postur Pertahanan Keamanan Negara Dalam Jangka Panjang Kedua Tahun 1994-2018, nampaknya ada perkembangan baru yang perlu dicermati oleh Indonesia. Konflik di kawasan Laut China Selatan dan bisa meluas ke kawasan Asia Pasifik nampaknya hanya menunggu waktu. Dalam sebuah konflik, kita tidak bisa diam dan menunggu tanpa melakukan perbaikan serta upgrade postur pertahanan. Ancaman masa depan bukan hanya berupa ancaman nontradisional, tetapi ancaman tradisional mau tidak mau akan menghantui negara-negara di kawasan.
Walau keadaan perekonomian sulit, pemerintah yang berkuasa sebaiknya lebih fokus menilai ancaman tradisional, yaitu imbas dari sebuah konflik. Upaya-upaya rencana pembelian tank Leopard buatan Jerman, bekas pakai Belanda merupakan langkah perbaikan postur. Tank yang akan dibeli sejumlah 44 buah dengan harga US$ 280 juta, dinilai murah.
Tank Leopard 2A6 telah dipergunakan AB negara-negara Eropa dan non-Eropa. Tank yang dikembangkan Krauss-Maffei ini memiliki kubah tembak vertikal berlapis baja. Selain itu tank ini dilengkapi sistem pengontrol penembakan digital dan rangefinder laser. Meriam utama 120 mm, senapan mesin koaksial, serta perlengkapan night vision yang canggih. Tank ini juga memiliki kemampuan bertempur menghadapi sasaran bergerak meski berada dalam medan sulit dan tak rata.
Indonesia sudah bersedia membeli kapal selam dengan kontrak 1 miliar dollar AS atau sekitar 8,5 triliun rupiah dengan perusahaan Korea. Harga satuan kapal selam ini diperkirakan mencapai 110 miliar won atau 879 miliar rupiah. Lebih jauh, Sekjen Kemhan Marsdya Eris Haryanto mengatakan adapun alutsista yang masuk daftar pengadaan adalah Peluru Kendali C-705 untuk digunakan pada kapal patroli Kawal Cepat Rudal (KCR).
Pihak Kemhan juga sudah mengupayakan kerja sama dengan Sastind, perusahaan alutsista asal China, untuk melakukan alih teknologi. Peluru kendali ini memiliki jangkauan antara 110-120 kilometer. Program pengadaan seribu roket R-Han 122 untuk TNI AD dan Marinir yang ditargetkan akan terpenuhi pada 2014. Kemhan meminta ada komitmen dari industri pertahanan dalam negeri untuk bisa menyelesaikan tepat waktu.
Selanjutnya ada realisasi program kendaraan taktis (rantis) 3/4 ton, 2,5 ton, dan 5 ton yang semuanya dibuat di dalam negeri. Disiapkan juga pengadaan meriam 105 milimeter Howitzer dan program peningkatan kemampuan industri pertahanan untuk memproduksi amunisi berkaliber besar.
Indonesia akan menerima hibah 24 pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. Menurut keterangan resmi Kementerian Pertahanan RI, Kamis 26 Oktober 2011, dalam pertemuan antara Menhan Purnomo Yusgiantoro dengan Menhan AS Leon Panetta, itu Purnomo mengharap dukungan Leon Panetta untuk merealisasi hibah F-16 dengan up grade setara Blok 52 dari kondisi awal blok 25. DPR menyetujui hibah ini dengan skema pembayaran Foreign Military Sale (FMS). Pesawat juga akan dilengkapi persenjataan pertempuran udara ke udara (dog fight), jarak dekat dan jauh serta persenjataan dari udara ke permukaan.
Pemerintah Indonesia dan Rusia sudah membicarakan kontrak pembelian enam jet tempur Sukhoi Su-30MK2. Kesepakatan tersebut menjadi langkah penting untuk mewujudkan satu skuadron Sukhoi di Indonesia. Kesepakatan antara kedua negara dilakukan saat pejabat Rossoboronexport saat bertemu dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) di sela-sela acara Langkawi International Maritime & Aerospace (LIMA) di Malaysia pada 7 Desember 2011.
Nilai kontrak pembelian Sukhoi tersebut akan diperkirakan bernilai sedikitnya USD500 juta. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebelumnya mengungkapkan, Indonesia membutuhkan satu skuadron Sukhoi terdiri atas 16 pesawat. Su-30MK2 yang akan difungsikan sebagai jet tempur serang maritim. Kepala Dinas Penerangan AU Marsekal Pertama TNI Azman Yunus menyatakan, pengadaan enam pesawat Sukhoi sudah menjadi program TNI AU. Pesawat itu akan melengkapi 10 Sukhoi yang kini sudah dimiliki Indonesia sehingga nantinya genap menjadi satu skuadron yang ditempatkan di Pangkalan Udara (Lanud) Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Pemerintah Indonesia berencana membeli pesawat tempur T-50 atau Light Fighter buatan Korea Selatan sebanyak 16 unit (satu skadron). Pembelian ini dilakukan dengan cara kerjasama kedua negara, di mana Korsel juga akan membeli pesawat jenis CN 235 buatan Indonesia. "Kita harapkan sebelum kabinet ini berakhir akan datang T-50 itu. Dan di sisi lain mereka bersedia membeli CN -235. Jadi kerja sama inilah yang kita harapkan terwujud konkrit, kita tidak hanya membeli tetapi kita tidak dapat apa-apa," kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro pada wartawan di kantor Presiden, Kamis (8/9). Rencana kerjasama pembelian alutsista tersebut kata Purnomo sudah termasuk dalam rencana kerja 2010-2015.
Perang walau tidak dapat diperkirakan kapan akan terjadi, merupakan suatu hal yang harus diperhitungkan dengan cermat. Kini Indonesia mulai berbenah dari hanya mengeluhkan kekurangan biaya dengan kemampuan meningkatkan perekonomian dan mempunyai arti positif bagi pertahanan. Yang perlu diketahui, AS dan negara yang tergabung dalam NATO kini semakin meningkatkan diri dalam kemampuan serangan udara baik dengan peluru kendali maupun pesawat tempurnya.
Mereka membuktikan bahwa perang udara dalam mendukung pasukan yang tidak terlatih di darat akan menghasilkan kemenangan, dan mereka mempraktekannya di Libya. Tanpa mengerahkan pasukan dengan jumlah besar, Khadafi jatuh, dimana loyalisnya dihancurkan oleh kekuatan udara AS dan NATO. Peran pesawat pengintai dan penyerang tanpa awak (UAV) dalam air intelligence mempunyai arti penting tersendiri dalam memenangkan perang.
Kita melihat pemerintah menaruh perhatian besar dalam membenahi postur pertahanannya. Presiden SBY dalam sambutan pengukuhan kerjasama PT Dirgantara Indonesia dengan Airbus Military di hanggar PT DI, Bandung, Rabu (26/10/2011) telah memerintahkan Kementerian Pertahanan, TNI dan Polri menyiapkan personelnya untuk menyambut peningkatan kekuatan alat utama sistim senjata (Alutsista).
SBY mengatakan, dalam kurun waktu lima tahun, pengadaan alutsista telah ditingkatkan dalam jumlah besar.“Maka pastikan bahwa jajaran saudara, para perwira dan Tamtama dapat ditingkatkan pengetahuan tentang teknologi militernya,” katanya. Adanya kemajuan industri alutsista, harus bisa dirasakan manfaatnya menjadi alih teknologi. Untuk itu, Presiden berharap doktrin yang berlaku baik bersifat strategis taktis dan teknis dapat disesuaikan. Darai sambutan presiden, Nampaknya kita sudah memasuki kesadaran, dibangunkan dari tidur dari sebuah pemikiran perang perang nontradisional.
Angkatan Perang yang kuat adalah bagian dari diplomasi, karena selain diplomasi yang umumnya berlaku, diplomasi militer merupakan bagian penting dalam melakukan perundingan. Pada tahun 1962 dengan dimilikinya pesawat pembom TU-16 KS, Indonesia mampu menekan Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Dengan rencana sementara alutsista yang akan dimiliki, paling tidak Indonesia tidak akan menjadi negara yang tertinggal jauh dari tetangganya, tidak seperti siang dan malam, mungkin perbedaan antara pagi dan siangpun sudah cukup memadai.
Dengan postur pertahanan yang semakin baik, maka kita tidak akan menjadi negara yang disepelekan, bukan negara kurcaci. Perang masa mendatang adalah perang teknologi, tetapi kalaupun suatu saat kita kalah dalam teknologi dan musuh berani memasuki wilayah kita, mereka akan menghadapi rakyat pejuang seperti yang dapat dibaca pada era perang kemerdekaan. Musuh atau siapapun mereka yang menyerbu Indonesia akan menderita, melebihi gambaran yang kita baca, betapa menderitanya pasukan AS saat menerima perlawanan di Vietnam, Irak dan Afghanistan. Rakyat Indonesia pernah berteriak dengan semangat membara "Merdeka atau Mati," itulah jawabannya. Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net )
0 comments:
Post a Comment