foto

Airbus A400M. aviationnews.eu


TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan Indonesia tidak akan membeli pesawat Airbus Military A400M hingga 2015. Pesawat yang diklaim memiliki multifungsi tersebut sudah mendarat untuk pertama kalinya Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu, 18 April 2012 sekitar pukul 10 pagi. “Kalaupun ada pembelian, tidak dengan anggaran sampai 2015,” kata Purnomo di bandara tersebut.

Dia mendengar ada beberapa negara yang sudah berminat dengan pesawat ini. Namun, Indonesia masih akan melakukan kajian terhadap pesawat ini. Pesawat Airbus A400M akan diteliti kemampuan dan kapabilitasnya. Setelah 2015, barulah Indonesia akan menentukan apakah akan membeli pesawat ini atau tidak. Kajian terhadap kemampuan pesawat akan menjadi pertimbangan pembelian pesawat ini.

Airbus Military, anak perusahaan Airbus, menawarkan pesawat transportasi militer A400M ke Indonesia. Pesawat ini diklaim merupakan pesawat angkut multifungsi dan cocok dengan karakteristik wilayah Indonesia, misalnya mampu menjalankan misi taktis jarak pendek dan dianggap ideal untuk memenuhi kebutuhan militer, kemanusiaan, dan misi sipil.

Dengan lebar 4 meter dan tinggi 3,85 meter, pesawat ini mampu mengangkut kargo dalam berukuran besar seperti helikopter NH90 atau CH-470 Chinook atau dua buah kendaraan pengangkut infanteri Stryker.

A400M Market Development Manager, Airbus Military, Raul Tena, menyatakan pesawat itu juga bisa mengangkut truk semitrailer dengan peti kemas berukuran 6,906 meter. "Pesawat ini dapat memuat mesin pengeruk atau mobile cranes yang dibutuhkan saat bencana alam," kata dia.

Ia menjelaskan, perawatan pesawat A400M sangat mudah karena menggunakan teknologi baru yang terkomputerisasi. Pesawat ini membutuhkan waktu 84 hari perawatan terjadwal dalam 12 tahun. "Kami juga menyediakan pelatihan kepada konsumen," kata dia.

Hingga hari ini, A400M sudah terjual sebanyak 1.000 unit di 65 negara dan 135 operator penerbangan. Pesawat yang terbang sejak Desember 2009 sudah menempuh lebih dari 4 juta jam penerbangan.

I WAYAN AGUS PURNOMO

Sumber : Tempo