Thursday, May 17, 2012

Antara Sukhoi Superjet 100 dengan Pesawat Tempur Sukhoi

Kecelakaan pesawat transport sipil Sukhoi Superjet 100 hari Rabu (9/5) di Gunung Salak Bogor membuat rasa khawatir dan dipertanyakan oleh beberapa pihak di Indonesia tentang keamanan terbang pesawat terbang buatan Rusia, terkait dengan kepemilikan pesawat tempur Rusia di TNI AU. Indonesia mempunyai sejarah panjang menggunakan pesawat-pesawat buatan Rusia sejak Tahun 1961, dimana saat itu Indonesia menjadi negara keempat didunia yang memiliki pesawat pembom strategis TU-16, dan pesawat tempur sergap Mig-21 misalnya.
Dalam sejarah panjang penggunaan pesawat-pesawat Rusia, kekuatan dan keampuhan pesawat tempur Rusia tersebut pada eranya jelas tidak diragukan dan bahkan mampu membuat rasa khawatir dan takut negara-negara Barat. Tetapi ada beberapa kelemahan pesawat Rusia yang dalam dunia penerbangan
dinilai agak kasar dan tidak standard dibandingkan pesawat buatan Barat.
Dari kecelakaan SSJ100 tersebut, butuh waktu cukup lama menemukan lokasi jatuhnya pesawat, karena ELT (Emergency Locator Transmitter) saja frekwensinya berbeda dengan yang berlaku standard di kawasan Indonesia. Menurut Kabasarnas, frekuensi ELT Sukhoi berada pada 121.5,203 Mhz. Sementara itu, frekuensi sinyal yang menjadi standar di Indonesia adalah 121.5,406 Mhz.
Nah, penulis mencoba menyampaikan bahwa kecelakaan pesawat transport Sukhoi tidak ada hubungannya dengan pesawat tempur Sukhoi yang dibuat oleh perusahaan yang sama. Pesawat transport SSJ100 yang jatuh itu merupakan produk yang dirancang mulai tahun 2000 oleh sebuah divisi pesawat sipil dari perusahaan penerbangan Rusia Sukhoi bekerjasama dengan mitra Barat. Sementara penerbangan perdananya baru dilakukan pada tanggal 19 Mei 2008. Jadi pesawat ini dapat dikatakan sebagai pendatang baru di kelasnya dalam kelompok transport jet berpenumpang 100 orang. Saingan utamanya adalah Embraer (Brasil) dan Bombardier (Kanada).
Sementara dalam seri pesawat tempur Rusia, pesawat yang menggiriskan dan diperhitungkan oleh negara Barat dalam persaingan di dunia adalah Sukhoi-27. Pesawat tempur Sukhoi SU-27 yang kini juga dimiliki oleh Indonesia adalah pesawat yang dikembangkan oleh Rusia untuk menandingi pesawat buatan AS F-15 (Strike Eagle).
SU-27 bermesin ganda, mempunyai sirip ganda dan pertama kali digunakan oleh Angkatan Udara Uni Soviet pada awal tahun 1980. Pesawat ini mempunyai jangkauan lebih dari 2.000 mil, memiliki kelincahan bermanuver yang diakui hebat oleh pembuat pesawat tempur Barat, mampu terbang pada 2,35 kali kecepatan suara. SU-27 adalah bintang aerobatik yang diakui oleh negara-negara Barat, mampu melakukan manuver yang luar biasa pada kecepatan yang sangat rendah, disebut " Manuver Kobra" (pilot menaikkan hidung pesawat sehingga benar-benar berdiri di ekornya selama beberapa detik dengan speed yang sangat rendah). Pembuat atau perancang pesawat ini adalah Mikhail Simonov yang meninggal tanggal 4 Maret 2012 lalu pada usia 81 tahun.
Simonov mulai bekerja sebagai seorang insinyur penerbangan pada tahun 1950 dan bergabung dengan biro desain Sukhoi sebagai desainer wakil kepala pada tahun 1970. Selama sembilan tahun berikutnya ia memimpin pengembangan pembom Sukhoi Su-24, pesawat penyerang darat Su-25, dan Su-27. Dia adalah wakil menteri industri pesawat terbang antara tahun 1979-1983.
Simonov yang melakukan upgrade dari desain Su-27 asli, sehingga kemampuannya meningkat jauh lebih ampuh. Dia juga merancang rencana pesawat tempur generasi Sukhoi T-50 untuk menandingi pesawat tempur AS F-22 Raptor. Sukhoi T-50 melakukan penerbangan perdananya tahun lalu, hampir 20 tahun setelah prototipe pertama Raptor melakukan uji coba terbangnya. Para pejabat Rusia mengatakan dibutuhkan waktu sekitar lima tahun lagi jet baru tersebut untuk dapat di operasikan..
Setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, Simonov memainkan peran penting dalam membangun dan memenangkan penawaran ekspor yang menguntungkan pesawat Sukhoi ke China, India dan pelanggan asing lainnya berdasarkan kontrak miliaran dolar. Su-27 hingga kini tetap menjadi andalan Angkatan Udara Rusia.
Selain SU-27 dan SU-30 seperti yang dimiliki Indonesia, kini Rusia juga mulai memasarkan pesawat multi role SU-35. Sejak tahun 1992, versi ekspor dari pesawat tempur Su-27 (dibuat atas perintah Angkatan Udara Rusia) telah membuktikan kehebatannya di pameran udara internasional. Pada dekade pertengahan abad baru, muncul sebuah konsep umum modifikasi dari Su-27 dengan nama Su-35. Pesawat ini meningkatkan badan SU-27, sehingga bisa bertahan hingga 6.000 jam, dan bisa di operasikan selama 30 tahun. Karakteristik potensi tergabung dalam pesawat ini akan memungkinkan untuk melebihi semua pesawat tempur taktis dari generasi ke empat dan generasi keempat plus seperti "Rafale" dan EF 2000, pesawat tempur modern seperti F-15, F-16, F-18, F -35 dan juga dipersiapkan mampu untuk melawan pesawat tempur F-22A.
Jadi itulah sedikit gambaran bahwa kita tidak perlu was-was dan khawatir dengan terjadinya kasus kecelakaan Sukhoi SSJ100 di Gunung Salak. Sangat berbeda pembuatan pesawat tempur dengan pesawat transport, terlebih waktu yang cukup lama serta dari pengalaman pengoperasian pesawat tempur Sukhoi jauh lebih mantap dan teruji. Justru kini pemilik pesawat tempur buatan Barat disekitar Indonesia yang agak khawatir dengan dimilikinya SU-27/30 oleh TNI AU. Misalnya kepemilikan Boeing F/A-18 Super Hornet Australia, menurut analis berada dibawah kemampuan SU-27 TNI-AU.
Demikian sedikit informasi tentang masalah Sukhoi SSJ100 yang sangat memprihatinkan dan menyita energi kita minggu-minggu terakhir ini, dengan terjadinya kecelakaan tersebut yang belum jelas hingga kini. Semoga evakuasi korban bisa segera diselesaikan dan KNKT mampu menjelaskan apa sebenarnya penyebab kecelakaan. Penting bagi Rusia dan juga sangat penting bagi Indonesia, karena dua perusahaan penerbangan sipil Indonesia Kartika dan Sky Air sudah menyatakan akan membeli pesawat sejenis. Semoga informasi ini ada manfaatnya.
Sumber : Prayitno Ramelan ( www.ramalanintelijen.net )
Ilustrasi Gambar : free-hdwallpapers.com

0 comments:

Post a Comment