Jurnas.com | PEMERINTAH harus segera membentuk Sea and Coast Guard (Badan Penjaga Pantai dan laut). Badan tunggal di bidang penegakan peraturan perundang-undangan di laut ini merupakan amanat UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Namun hingga kini badan tersebut belum terbentuk.
“Belum terbentuknya badan tersebut menambah biaya operasional bagi perusahaan pelayaran nasional. Selain itu membutuhkan waktu yang lama untuk pemeriksaan kapal niaga karena tidak dilakukan secara terkoordinasi melainkan terpisah antarinstansi,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pengusaha Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (Indonesian National Shiponers’ Association atau INSA), Carmelita Hartoto, di Jakarta, Selasa (8/5).
Menurut Carmelita, UU Pelayaran telah berusia empat tahun pada 7 Mei 2012. Namun PP sebagai amanat UU Pelayaran belum juga diterbitkan sehingga belum dirasakan oleh semua pemangku kepentingan. Salah satu amanat UU ini adalah perlu pembentukan badan tentang Penjagaan Laut dan Pantai. Dalam PP tersebut tertuang konsep tentang Badan Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard), yang merupakan badan tunggal penegakan hukum pelayaran di Indonesia.
Dia menambahkan industri pelayaran nasional saat ini masih lambat berakselerasi bahkan kalah bersaing dengan armada luar negeri, khususnya pada kegiatan pengangkutan ekspor dan impor karena banyak menghadapi hambatan di tingkat internal seperti infrastruktur pelabuhan nasional yang terbatas, produktifitas bongkar muat pelabuhan yang rendah, kondisi alur pelayaran dan kolam pelabuhan yang memprihatikankan hingga persoalan fasilitas infrastruktur galangan untuk reparasi kapal yang masih defisit.
“Hambatan juga muncul dari sisi fiskal dan keuangan seperti suku bunga perbankan yang relatif masih tinggi, kebijakan mengenai perpajakan yang belum friendly seperti PPN atas freght domestik, PPN atas pembelian bunker, PPN bongkar muat kargo dan PPN jual beli kapal dalam negeri,” katanya.
Padahal, menurut Carmelita, peluang bisnis di sektor ini masih menggiurkan mengingat penambahan ruang muat kapal masih dibutuhkan untuk mengantisipasi pertumbuhan muatan domestik dan internasional. Saat ini, muatan domestik sudah berada di level 350 juta ton pertahun dengan pertumbuhan rata-rata 5-7 persen pertahun. Sedangkan muatan ekspor dan impor mencapai 560 juta ton pertahun dengan pertumbuhan 5 persen pertahun. INSA sendiri memproyeksikan dalam waktu 2-3 tahun kedepan, muatan laut Indonesi, baik domestik maupun ekspor dan impor mencapai satu miliar ton.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo mengatakan pembentukan sea and coast guard atau penjaga laut dan pantai dalam melaksanakan fungsi keamanan di laut sebagai pengganti Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) perlu dilakukan untuk memperbaiki pengamanan di laut. Namun begitu, karena pembentukan institusi baru ini akan memakan waktu lama, perlu disiapkan lembaga pengganti untuk mengisi masa transisi.
“Kami bisa meminjam dulu lembaga yang punya potensi dan kompetensi tinggi seperti TNI Angkatan Laut untuk mengisi masa transisi selama dua hingga tiga tahun untuk menyusun kelembagaan baru,” kata ganjar beberapa waktu lalu.
Setelah itu, lanjut dia, pengurus baru lembaga ini bisa dibentuk dengan melakukan uji kompetensi agar mendapat SDM yang layak. “Orang yang memiliki pengalaman banyak, jangan dibikin abu-abu dan tidak jelas," katanya.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Bakorkamla Laksamana Madya TNI Y Didik Heru Purnomo mengatakan, masalah yang perlu dibenahi dalam perubahan Bakorkamla menjadi institusi sea and coast guard adalah pola pikir lembaga-lembaga yang selama ini mementingkan ego sektoral. “Kita harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara dan menghapus ego sektoral,” ujar Didik.
Sumber : Jurnas
0 comments:
Post a Comment