Tuesday, April 17, 2012

Jet tempur TNI AU dihadang polemik
Pesawat Sukhoi. merdeka.com/dok

Reporter: Ramadhian Fadillah


Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) merayakan hari ulang tahunnya yang ke-66. Di usia yang cukup senior itu, kekuatan TNI AU masih belum maksimal. Karena itulah TNI AU berusaha membangun kekuatan tempurnya habis-habisan.

Tahun 2014 nanti, TNI AU berharap kebutuhan minimum atau Minimum Essential Force (MEF), bisa dipenuhi. Bukan rahasia lagi kalau alat utama sistem persenjataan TNI AU masih kalah dibanding Malaysia dan Singapura.

TNI AU pun melirik sejumlah pesawat tempur. Di antaranya enam Sukhoi SU-30 MK2 dari Rusia dan 30 pesawat F-16 hibah dari Amerika Serikat. Tak hanya itu TNI AU juga melirik pesawat latih T50 sebanyak 15 unit dari Korea Selatan. Beberapa helikopter pengangkut dan tempur juga dilirik.

TNI memang sedang berusaha memodernisasi persenjataannya. Dari tahun 2010-2014, total anggaran belanja TNI mencapai Rp 156 triliun. Jumlah yang besar, tapi pesawat tempur, radar dan rudal memang bukan barang murah.

Rencana pengadaan alutsista tampaknya tidak berjalan mulus. Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin melempar bola panas. Dia menuding ada mark up pembelian pesawat tempur Sukhoi. Tak hanya itu, TNI AU pun dituding masih menggunakan broker alias calo. Akibatnya harga pesawat melambung.

TB menyampaikan data, harga Sukhoi SU-30 MK2 per Juli 2011 sekitar USD 60-70 juta per unit. Harga Sukhoi yang dibeli sebelumnya diketahui seharga USD 55 juta per unit atau maksimal USD 420 juta untuk enam unit.

Bukan hanya TB Hasanuddin, Imparsial dan Indonesia Corruption Watch pun memprotes pembelian Sukhoi tersebut. Mereka bahkan minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus itu.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono membantah keras dugaan itu. Mereka menegaskan pembelian Sukhoi tidak melibatkan broker dan sudah sesuai prosedur.

"Saya tegaskan tidak ada mark up Sukhoi," kata Purnomo.

Hibah 30 F-16 Blok 32 dari AS pun tidak lepas dari polemik. Untuk F-16, TNI AU berniat mengup grade pesawat ini menjadi Blok 52. Lengkap dengan persenjataan mutakhir macam peluru kendali AIM-9 Sidewinder dan AGM-84 Harpoon buatan McDonnel Douglas. Mereka berniat membangun dua skadron F-16.

Untuk diketahui, saat ini, Indonesia hanya memiliki 10 F-16 seri A dan B yang berasal dari blok 15 buatan tahun 1980-an. Saat ini pesawat itu ditempatkan di Skadron Udara 3 di Pangkalan Udara Utama TNI-AU Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.

Tapi hibah itu tidak gratis. Untuk biaya up grade, TNI AU harus merogoh kocek setidaknya USD 430 juta. Jumlah yang lumayan besar, walau tidak sebesar membeli jet F-16 baru yang harga sebijinya mencapai USD 100 juta. Lagi-lagi polemik terjadi. DPR mayoritas menentang rencana hibah tersebut. Namanya pesawat bekas tentu tak sebaik pesawat yang baru dari pabrik.

"Jangan mengorbankan nyawa prajurit dan penerbang terbaik kita," protes anggota Komisi I DPR Al Muzamil Yusuf saat itu.

Hingga hari ini, pengadaan alutsista masih mengundang polemik. Di tengah meriahnya perayaan HUT TNI AU ke-66, impian memiliki tentara langit yang kuat rupanya masih jauh.[has]


Sumber : Merdeka

0 comments:

Post a Comment